PANCASILA

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
  5. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia


Perlu dipahami kembali butir-butir "Thagut" diatas, supaya yang merasa anti dengan adat dan budaya sendiri kembali sadar di mana bumi dipijak

Get this widget [ Here ]

Rabu, 24 Maret 2010

PATUNG ITU FOTO LELUHUR

  


Suatu kejadian peristiwa yang terjadi di Trowulan sebagai pusat Kerajaan Majapahit yang akhirnya dikenal sebagai kawitan Pusat leluhur Majapahit yang adat dan budayanya lestari di Bali  (BIARPUN DIKLAIM HINDU YANG MUNCUL DAN BARU DI SAHKAN TAHUN 1961 ini terbukti didalam lontar-lontar  serta kitab-kitab masa Majapahit dan sebelumnya tidak ditemukannya istilah Hindu ataupun yang berbau Hindu India)  jadi oleh para sentananya baik yang masih memegang adat dan budaya leluhur sesuai dengan bunyi lontar "SIRA MPU KUTURAN INGARAN MPU RAJAKRETHA MAHYUNTA ANGGAWE PARAHYANGAN SANE KAGAWA WIT MAJAPAHIT KAUNGGAHAN RING BALI KABEH" Jadi untuk adat Majapahit dan pemahaman tentang adat dan budaya Majapahit bisa dilihat di Bali  prakteknya dan masyarakat Jawa yang keJawan atau Kejawen yang melaksanakan adat-adat dan mempraktekan budaya Majapahit (didalam kitab Negarakertagama belum dikenal istilah Hindu  yang baru diberi label/titel agama pada tahun 1961 tapi Majapahit Kasyaiwan dan Kasogatan atau dikenal Siwa Buda ritual keleluhur) tetapi untuk lebih mendetail penjelasan dari PUSAT INFORMASI MAJAPAHIT TROWULAN di Pura Majapahit Trowulan utara Kolam segaran Jl. Brawijaya Dara Jingga 13-16 tembus Sabda Palon no 06 yang memberikan kasunyatan pada kawula diseluruh Nusantara terutama kawula di Trowulan, bahwa PURA MAJAPAHIT TROWULAN itu melestarikan adat dan budaya leluhur Majapahit bukan agama yang dimport semua. Bahkan untuk di Trowulan sebagian besar masyarakatnya tidak mengerti dan menghargai adat dan budaya leluhur Majapahit. Seperti kasus di desa Temon hanya karena provokasi sang ketua yang mengerti adat dan budaya akhirnya membawa massa menjadi bodoh (Jahilliyah) dan masyarakat Trowulan tidak mengerti dengan filosofi budaya leluhur bahkan PURA MAJAPAHIT TROWULAN di larang berkegiatan dan ritual dalam bentuk apapun berdasarkan SKB dan perda kabupaten  Mojokerto tanpa alasan yang jelas dan tidak berdasar aneh tapi nyata.


Ketakutan para Dajjal kembalinya jati diri bangsa Nusantara. Untuk itu sentana (keturunan Majapahit di Trowulan), ingin memberikan penjelasan tentang ini dan siap untuk membuka mata hati dan mata batin bagi yang tidak kenal budaya Majapahit (Kejawen) dan kawula di Trowulan yang ingin tahu tentang adat dan budaya Majapahit.



Adalah Raden Hari Susanto, Raden Rahmat Arif Safi`i (Arik), Raden Khusaini, Raden Jawahir  (Ketju) , Raden Ayu Siti (Nyonya Ghofir), RM.Atarif (Umbar) yang sangat getol ingin memberikan pengetahuan ini supaya sebagian masyarakat Trowulan dan sekitarnya paham dan mengerti budaya dan filosofinya di Pura Majapahit Pusat Trowulan supaya tidak antipati dengan budayanya sendiri yang bukan import sehingga paham budaya sendiri dan tidak "ngepruki" peninggalan leluhurnya



  1. PATUNG ITU FOTO LELUHUR, pada masa Majapahit dahulu foto itu belum ada. Mr. Kodak belum lahir mister Handycam belum muncul. Jadi untuk mengabadikan leluhur maka dibuatlah foto yang terbuat dari batu yang dipahat berbentuk manusia yang disebut patung, juga dari tanah liat dan keramik yang cara pembuatan ilmunya dari Cina karena memang leluhur Majapahit itu memang manusia dan ini terbukti masyarakat Trowulan pada umumnya adalah pematung yang handal. Dan bukti lagi untuk sebagian orang Islam di Trowulan sangat tidak tahu dengan Patung atau Arca yang dipakai sentana (keturunan Majapahit) adalah Pratima atau patung peninggalan leluhur, bahkan ada yang menganggap patung itu berhala atau musyrik, padahal patung itu adalah foto leluhur pada jaman itu karena foto belum ditemukan.


  2. Sebenarnya tidak ada pebedaan antara Islam yang dianut sebagian masyarakat di Trowulan dengan adat budaya Majapahit (Kejawen). Kalau orang Islam di Trowulan meninggal otomatis dibuatkan makam dan diberi tanda berupa batu nisan (maesan atau patok kuburan), dan setiap hari jum`at legi disekar dengan kembang yang di adat Arab memang tidak mengenal budaya "nyekar". Jadi budaya nyekar adalah budaya asli Majapahit seperti yang dilakukan oleh Nurhidayati cucunya Mbah Ali yang berbakti pada leluhurnya pada setiap Jum`at legi  selalu nyekar ke makam leluhurnya dan  ke makam Troloyo, juga semua memakai budaya Kejawen. Makanya apabila ada orang Islam yang nyekar kekuburan disebut Islam Majapahit atau Islam kejawen maksudnya adalah orang Islam yang masih memakai adat Majapahit atau Kejawen adat asli yang tidak diimport, kenapa anti dengan Majapahit atau Pura Majapahit pimpinan Hyang Suryo seperti Karyono CS ?????. Juga adat lainnya seperti Tingkepan, bayi mudun lemah, ruwatan, metik pari nang sawah karena memakai cok bakal dan lain-lain yang dulu masih banyak disaksikan sekarang hampir atau sudah musnah karena sudah berganti dengan adat Arab yang tidak kenal Tingkepan, nyekar dan cok bakal serta lainnya. Itulah pemahaman ajaran Arab memberangus adat kejawen padahal sebagian masyrakat Trowulan masih memakai adat tersebut, ini realita nyata dan kasunyatan.


  3. Dan apabila untuk keturunan Majapahit leluhurnya meninggal itu dibakar atau diaben atau dikremasi atau dimokswakan akhirnya abunya dilarung ke Luat atau ke Sungai dan rohnya dibuatkan Kuburan atau rumah yang disebut Candi dan diberi "tetenger" atau tanda berupa patung atau foto yang juga direliefkan (hiasan dinding Candi). Jadi Candi adalah minangka tempat  atau makam leluhur yang pada hari Purnama, Tilem, Kajeng Kliwon, nyekar leluhurnya adalah ke Candi .Contoh  Pura Majapahit Trowulan adalah tempat leluhur Majapahit di Candikan jadi tidak ada hubungannya dengan agama.

Inilah sedikit penjelasan dari kami tentang Pura Majapahit Trowulan dan kegiatannya tidak ada yang dirahasiakan. Untuk dipahami bagi yang tidak mengenal budaya Majapahit dan dilestarikan untuk generasi Nusantara sebagai jati diri bangsa terlihat dari luhurnya "tingginya" budaya bangsa itu sendiri. (R.Sisworo Gautama)


    read more...